Duka Mendalam Keluarga Korban Kebakaran Terra Drone: "Saya Belum Sempat Balas Pesannya"
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5439468/original/033616600_1765358465-IMG_5600.jpeg)
VGI.CO.ID - Isak tangis memilukan menyelimuti halaman rumah duka Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta, pada Rabu (10/12/2025), ketika keluarga menjemput jenazah Mochamad Apriyana (40). Apriyana adalah salah satu korban tragedi kebakaran Gedung Terra Drone yang menyisakan duka mendalam bagi orang-orang terkasihnya.
Kepergian Apriyana meninggalkan luka yang begitu dalam, terutama bagi adik perempuannya, Ira Daniyati, yang tak sanggup berdiri tegak. Air matanya tak henti mengalir deras, tubuhnya terus goyah, hingga seorang psikolog Polri harus turun tangan untuk menenangkan.
Penjemputan Jenazah Penuh Haru di RS Polri
Dalam suasana duka yang tak tertahankan, Ari, Burhan, dan Maulana, saudara kandung Apriyana lainnya, turut memeluk dan menahan tubuh Ira yang beberapa kali nyaris ambruk. Mereka sendiri pun tak mampu menyembunyikan kesedihan mendalam ketika nama Mochamad Apriyana akhirnya disebut oleh petugas.
Ira memeluk erat sebuah map hijau yang berisi berkas identitas sang kakak, matanya tak pernah lepas dari tulisan Mochamad Apriyana di depan map tersebut. Momen ini menggambarkan betapa kuatnya ikatan dan kerinduan Ira pada kakaknya yang kini telah tiada.
Ketika mobil ambulans berhenti persis di depannya untuk proses serah terima jenazah, Ira terseret langkahnya yang goyah dan ikut memasuki mobil. Tak lama setelah keluar dari mobil, tangisnya pecah semakin kencang, berubah menjadi histeris yang menusuk hati.
Seorang Polwan segera memeluknya untuk memberikan kekuatan, namun Ira akhirnya pingsan dan harus dibopong ke ruang perawatan. Tak berselang lama, peti berisi jenazah Mochamad Apriyana digotong menuju ambulans yang telah menunggu.
Ira yang baru saja tersadar dari pingsannya, langsung mencari-cari keberadaan jenazah kakaknya sambil berteriak, “Mana, mana,” di lokasi. Begitu pintu ambulans dibuka, ia langsung menerjang mendekat dan memeluk peti kayu cokelat itu dengan isak tangis yang pilu.
Percakapan Terakhir yang Tak Pernah Tuntas
Di luar ruang jenazah, Ahmad Maulana, adik bungsu korban, berusaha untuk berbicara dengan tenang, meski suaranya terdengar serak menahan kesedihan. Ia mengenang percakapan terakhirnya dengan sang kakak yang kini hanya tinggal kenangan manis.
“Hanya nanya kabar aja sih. Itu jam 8 kalau enggak salah. Karena malamnya habis teleponan juga kan, cuman enggak selesai aja posisinya,” cerita Ahmad Maulana dengan lirih. “Saya yang belum sempat balas malah,” imbuhnya, menyiratkan penyesalan yang mendalam.
Baca Juga: Profil dan Biodata Lengkap Indra Jegel, Komika, Komedian, Aktor dan Pembawa Acara
Ia mengungkapkan bahwa saat kembali membuka ponselnya pada sore hari untuk membalas pesan WhatsApp sang kakak, tanda centang pesan sudah berubah menjadi satu. “Pas saya balas, udah ceklis satu, itu posisi udah kejadian siang,” ujar Ahmad, mengindikasikan bahwa Apriyana sudah berpulang saat pesan itu dibalas.
Maulana adalah anggota keluarga pertama yang tiba di RS Polri, sementara saudara lainnya masih dalam perjalanan jauh dari Bogor dan Serang. Ia segera merapat ke rumah sakit begitu melihat kiriman video gedung Terra Drone terbakar di grup keluarga.
“Dari kakak, dari media sih dia kirim di grup. Kakak yang kedua cari informasi. Karena kan saya jalan ke sini. Nyampe sini langsung dapat list nama, ya udah,” jelasnya. Pencarian informasi yang cepat ini membawa Maulana pada kenyataan pahit bahwa kakaknya menjadi salah satu korban.
Sosok Penengah dan Perubahan Sikap Apriyana
Keluarga mengenal Mochamad Apriyana sebagai sosok kakak yang selalu menengahi urusan keluarga, paling banyak memberi nasihat, dan tak pernah membuat masalah. “Katanya penting semuanya tetap akur aja kita keluarga, itu aja. Karena dia posisi anak ketiga ya, di tengah, dia nengahin kita semua,” kenang Maulana, menggambarkan peran penting Apriyana sebagai penyeimbang keluarga.
Burhan, kakak Apriyana yang lain, mengaku terakhir kali berkomunikasi dengan adiknya sepekan lalu lewat telepon. Namun, ia merasakan ada sesuatu yang tak biasa dari percakapan terakhir itu, sebuah perubahan yang kini menjadi misteri.
“Saya sih enggak nangkap ya. Cuma memang adik saya ini kan sebenarnya biasanya dia agak emosian gitulah. Tapi beberapa kali telepon itu berubah. Saya enggak ngerti, jadi kalem, jadi soft, jadi nenangin,” kata Burhan. “Ya mungkin saya pikir ya Alhamdulillah lah. Cuma enggak pernah kepikiran apa-apa. Perubahan itu aja sih memang. Lebih tenang, lebih santai,” tambahnya, menyesali ketidaktahuan akan firasat itu.
Karier Singkat dan Tempat Tinggal Korban
Menurut Burhan, Apriyana baru enam bulan bekerja di Terra Drone sebagai manajer, sebuah perjalanan karier yang terlalu singkat. Ia tinggal di kawasan Cisauk, BSD, dan sehari-hari pulang-pergi dari rumahnya untuk bekerja di kantor.
“Belum setahun. Statusnya manajer di perusahaan,” ujar Burhan, memberikan informasi mengenai pekerjaan dan posisi adiknya. Rencananya, jenazah Apriyana akan dimakamkan di TPU kawasan Cisauk, dekat kediamannya, di area yang memang sudah menjadi jatah warga setempat.
Kini, yang tersisa hanyalah duka mendalam dan kenangan akan sosok Mochamad Apriyana, sang penengah keluarga yang kepergiannya menyisakan lara tak terperi. Kepergiannya yang mendadak akibat tragedi kebakaran Gedung Terra Drone menjadi pengingat pahit akan kerapuhan hidup dan pentingnya setiap momen bersama orang tercinta.
Posting Komentar