Korupsi Kredit Fiktif BPR Jepara Artha, Negara Rugi Ratusan Miliar
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pencairan kredit fiktif di PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Jepara Artha (Perseroda). Periode kasus ini terjadi antara tahun 2022 hingga 2024, menimbulkan kerugian negara yang sangat signifikan.
Nilai kredit fiktif yang dicairkan mencapai Rp 263,6 miliar, sebuah angka yang fantastis. Pencairan ini dilakukan tanpa analisis yang memadai, membuka celah bagi tindakan korupsi yang merugikan banyak pihak.
Penetapan Tersangka dan Penahanan
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengumumkan penetapan tersangka setelah melalui serangkaian proses penyidikan yang mendalam. Proses ini meliputi pemeriksaan saksi, ahli, penggeledahan, dan penyitaan barang bukti.
Konferensi pers yang diadakan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Kamis (18/9/2025) malam menjadi momen pengumuman penting ini. Kelima tersangka yang ditetapkan adalah Jhendik Handoko (JH), Iwan Nursusetyo (IN), Ahmad Nasir (AN), Ariyanto Sulistiyono (AS), dan Mohammad Ibrahim Al'asyari (MIA).
Identitas dan Peran Tersangka
Jhendik Handoko menjabat sebagai Direktur Utama BPR Jepara Artha, memiliki peran sentral dalam pengambilan keputusan. Iwan Nursusetyo adalah Direktur Bisnis dan Operasional, bertanggung jawab atas kelancaran operasional bank.
Ahmad Nasir menjabat sebagai Kepala Divisi Bisnis, Literasi, dan Inklusi Keuangan, yang seharusnya memastikan prinsip kehati-hatian diterapkan. Ariyanto Sulistiyono merupakan Kepala Bagian Kredit, memiliki wewenang dalam menyetujui atau menolak permohonan kredit. Mohammad Ibrahim Al'asyari adalah Direktur PT Bumi Manfaat Gemilang, pihak swasta yang terlibat dalam skema kredit fiktif ini.
Kronologi Kasus Kredit Fiktif
BPR Jepara Artha memulai ekspansi kredit usaha dengan sistem sindikasi sejak tahun 2021. Sebelumnya, bank ini hanya mengandalkan kredit konsumtif dari pegawai di lingkungan Pemerintah Kabupaten Jepara.
Namun, dalam dua tahun terakhir, terjadi lonjakan kredit usaha macet yang mencapai sekitar Rp 130 miliar. Hal ini berdampak signifikan pada penurunan kinerja keuangan BPR.
Baca Juga: Nadiem Makarim Tersangka Chromebook, Bagaimana Nasib Kasus Google Cloud di KPK?
Modus Operandi
Untuk menyiasati kerugian, manajemen BPR Jepara Artha bersepakat untuk mencairkan kredit fiktif dengan bekerja sama dengan pihak swasta. Sekitar awal tahun 2022, Jhendik Handoko (JH) bersepakat dengan Mohammad Ibrahim Al'asyari (MIA) untuk menjalankan aksi ini.
Tujuan dari pencairan kredit fiktif ini sebagian digunakan untuk membayar kredit macet yang sudah ada. Sebagian lagi digunakan untuk kepentingan pribadi Mohammad Ibrahim Al'asyari.
Pencairan Kredit Tanpa Analisis Memadai
Kredit fiktif ini dicairkan tanpa melalui analisis yang memadai, bahkan menggunakan identitas masyarakat kecil. Identitas pedagang, buruh, hingga pengemudi ojek online dimanfaatkan dalam pembuatan kredit fiktif ini.
Selama periode April 2022 hingga Juli 2023, tercatat sebanyak 40 kredit fiktif berhasil dicairkan dengan total nilai mencapai Rp 263,6 miliar. Dokumen persyaratan dimanipulasi dengan dukungan rekayasa perizinan, rekening koran fiktif, serta foto usaha milik orang lain.
Kerugian Negara dan Proses Hukum
Akibat aksi tersebut, BPR Jepara Artha mengalami kerugian besar dan kinerja keuangan terganggu. Padahal, sebelumnya bank daerah ini mencatat kinerja positif dengan setoran dividen kumulatif sebesar Rp 46 miliar kepada Pemerintah Kabupaten Jepara.
KPK akan terus mengembangkan penyidikan kasus ini dan menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain. Kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai setidaknya Rp 254 miliar.
Pelanggaran Hukum
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang ini telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus korupsi ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak terkait pengelolaan keuangan negara. Pengawasan yang ketat dan penerapan prinsip kehati-hatian sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya tindakan korupsi yang merugikan masyarakat.
Pertanyaan Umum (FAQ)
Siapa saja yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi BPR Jepara Artha?
Lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Jhendik Handoko, Iwan Nursusetyo, Ahmad Nasir, Ariyanto Sulistiyono, dan Mohammad Ibrahim Al'asyari.
Berapa total kerugian negara akibat kasus kredit fiktif ini?
Kerugian negara akibat kasus ini ditaksir mencapai setidaknya Rp 254 miliar.
Bagaimana modus operandi dalam pencairan kredit fiktif ini?
Modusnya adalah dengan memanipulasi dokumen persyaratan, merekayasa perizinan, membuat rekening koran fiktif, dan menggunakan identitas masyarakat kecil seperti pedagang dan buruh.
Apa dampak kasus ini bagi BPR Jepara Artha?
BPR Jepara Artha mengalami kerugian besar dan kinerja keuangan terganggu, padahal sebelumnya mencatat kinerja positif dengan setoran dividen kumulatif Rp 46 miliar kepada Pemkab Jepara.
Pasal berapa yang dilanggar oleh para tersangka?
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Posting Komentar